Terpukau

Sepertinya, hampir semua orang yang mengerti bahasa Indonesia pasti tahu artinya.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Depdiknas Terbitan Balai Pusata, terpukau (verb) berarti: 1. mabuk karena kena pukau; 2. terpesona; tertarik (hati). Terpukau berasal dari kata dasar ‘pukau’ yang artinya dalam konteks ini adalah daya tarik atau pesona.

Seringkali orang terpukau pada suatu keadaannya yang akhirnya membuat orang tidak bisa maju. Pasti Anda pernah terjebak mendengarkan seseorang yang menceritakan kesusahannya. Sekali dua kali, pasti biasa saja. Wajar kan orang menceritakan kesusahan pada temannya. Tapi, ketika Anda bertemu dia lagi dalam beberapa kesempatan, dia masih tetap menceritakan kesusahan yang sama. Dengan pola pikir dan kondisi mental yang sama pula dan seringkali lebih buruk. Atau dalam kesempatan lain, pasti Anda pernah juga bertemu dengan teman yang suka menceritakan keberhasilan-keberhasilannya. Dengan gegap gempita, diceritakannya terus menerus, bahkan kadang Anda sampai bosan mendengarnya. Well, bisa jadi berarti kedua orang tadi dalam keadaan terpukau. Yang satu terpukau atas kesusahannya, yang satu terpukau keberhasilannya.

Ciri-ciri orang yang terpukau, selain dari kegemaranannya menceritakan hal-hal yang sama secara dramatis, bila dia terpukau oleh kesusahannya, makan selain dia menceritakan hal-hal secara dramatis, dia juga akan menganggap dirinya korban, dia juga akan menganggap bahwa dirinya adalah orang tersedih dan terzalimi di seluruh dunia, menganggap bahwa masalahnya adalah yang terberat di dunia. Bila seseorang terpukau oleh kehebatannya, maka selain juga akan dramatis dalam menceritakan kehebatannya, dia juga merasa bahwa dirinya lah yang terhebat (kalau kata orang Jawa: keblinger). Orang tadi akan merasa bahwa tidak ada yang dapat menyaingi dirinya dan lupa bahwa di atas langit masih ada langit.

Ada beberapa contoh. Seorang teman kehilangan ayah, ibu, adik, rumah, dan tokonya setelah tsunami di Banda Aceh. Dalam 15 menit, semuanya hilang dan musnah. Hancur? Pastinya. Namun, dengan hebatnya dia berdiri lagi, berjalan pelan-pelan, dan akhirnya sedang berproses menjadi salah satu pengusaha hebat di Banda Aceh. Dia menyadari, bahwa kesusahan tidak harus membuatnya terpukau dan berhenti. Dia tidak merasa dirinya korban.

Lain teman saya yang lain. Ayahnya meninggal ketika tsunami. Penyesalannya bertambah karena ketika tsunami terjadi, dia sedang berada di kota yang lain. Sedih dan hancur? Pastinya. Namun, tidak seperti contoh baik di atas, dia sibuk mengasihani dirinya sendiri, dia sibuk mencari justifikasi bahwa orang-orang harus mengasihani dia. Sekarang ini, dia hanya sibuk mencari pekerjaan-pekerjaan sampingan, tanpa visi yang jelas sebenarnya dia mau apa setelah ayahnya tidak mungkin dibangkitkan Tuhan hidup kembali.

Seorang teman yang lainnya, dia punya master dari dua keilmuan yang berbeda. Dalam pekerjaannya yang lalu, dia menghadapi situasi yang tidak menyenangkan di kantor, dengan gontok-gontokkan yang cukup lumayan. Tapi, hebatnya, teman saya itu tidak pernah merasa dia jadi korban dari situasi tadi. Dia berhasil mengundurkan diri dan menjadi hebat di tempat yang lebih bisa mengakomodasi kehebatan yang dia punya.

Teman lainnya lagi. Dia diputushubungkan oleh kekasihnya ketika sudah tunangan. Hancur lebur, karena cincin sudah ditukar, orang tua sudah saling tau dan setuju. Namun, tanpa terpukau oleh keadaannya, teman saya tadi maju terus menghidupi hidupnya dan sekarang menjadi salah seorang pemerhati seni dan budaya terhebat di negeri ini.

Contoh yang terakhir. Seorang teman, menjalani hidupnya yang sudah terlihat berhasil. Rumahnya besar, mobilnya banyak, anak-anak hebat pendidikannya, dan pasangannya pun berkarya. Namun, dia tetep menjadi padi yang merunduk, yang akhirnya memlilih ke bangku sekolah karena dia merasa kurang dengan keadaaan karir dan pendidikannya yang sekarang.

Semua orang, pernah merasa dirinya menjadi korban dalam banyak situasi, sebut saja: politik kantor, kehilangan orang yang sangat dicintai, direndahkan dan dihina, serta menghidupi kehidupan yang dia tidak suka. Semua orang, pernah merasa dirinya sangat hebat, sehingga dia lupa bahwa di atas langit masih ada langit, bahwa masih banyak ribuan orang lebih hebat dari dirinya.

Terpukau, sadar atau tidak sadar, bisa membuat hidup berhenti. Karena orang yang terpukau, melihat keadaan dengan silau sehingga tidak bisa melihat ke depan. Dan saya, hari ini, belajar kembali untuk tidak pernah terpukau, terpukau dengan kesedihan, masalah, tantangan, prestasi, pujian, keadaan finansial, apapun. Karena saya yakin, ketika saya merasa hebat, masih ada ribuan orang lebih hebat daripada saya. Dan ketika saya merasa sedih dan tidak berdaya, masih ada orang yang punya permasalahan dan kesedihan yang lebih dasyat daripada yang saya punya.

Saya juga kembali mengamini, bahwa Tuhan selalu tahu apa yang terbaik bagi saya. Saya tinggal harus membuka lagi ribuan pintu rejeki-Nya, rajin bersyukur, ingat mati, dan selalu rendah hati.

Menjadi orang besar memang tidak mudah. Tidak boleh dan tidak mudah terpukau adalah salah satu syaratnya.

Maka, mari tidak terpukau dan menjadi hebat bersama.

@RD, Banda Aceh 24 Maret 2009
after long conversations with bunch of best friends

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *