Sendu Rindu, Remuk Redam

Akhir-akhir ini saya tidak bisa tidur di bawah jam 1 pagi. Bahkan biasanya bisa sampai hampir jam 3 pagi. Seperti pagi ini lagi, saya kembali tidak bisa tidur. Bisa jadi, karena saya minum kopi jam 8 malam tadi, tapi biasanya tubuh saya yang sudah penuh kafein ini asik-asik saja. Seringkali bahkan untuk tidurpun saya perlu kafein. Ah, dasar ketagihan kopi.

Saya tahu kenapa saya tidak bisa tidur. Bukan kafein jawabannya. Saya sedang sakit rindu kronis. Betul sekali, tampaknya konyol bukan? Tapi setelah saya analisis, setelah saya berdoa, dan jujur pada diri sendiri, saya sepertinya memang rindu. Banyak yang saya rindukan, salah satunya adalah suami saya itu. Baru 11 bulan kami menikah ketika saya harus berangkat sekolah ke Amerika. Ini sudah keputusan berdua yang kami piih dengan sadar dan dewasa, bahwa kami akan berpisah secara fisik. Kami sudah tahu konsekuensinya, salah satunya ketika harus merindu seperti ini. Hari ini tepat delapan bulan saya dan suami saya tercinta itu tidak berada di tempat yang sama. Saya pernah berpikir bahwa lambat laun saya juga bisa menyesuaikan diri. Memang bisa, sampai kemarin pun saya berpikir saya bisa. Saya perempuan kuat. Dan suami saya juga tahu saya bukan perempuan lemah. Namun ternyata, saya masih manusia biasa. Yang punya rasa rindu mendalam ketika berpisah dengan orang yang sangat saya cintai.

Saya bukan tidak rindu orang tua, adik-adik, dan teman-teman saya. Saya rindu juga. Namun pengalaman saya menjadi anak, menjadi saudara, dan teman-teman lebih lama daripada pengalaman saya sebagai istri. Bisa jadi itu sebabnya.

Pagi ini, air mata saya menetes lagi. Hati saya sesak. Mungkin ini bagian dari perjuangan. Perjuangan untuk menjadi lebih hebat lagi. Perjuangan untuk menguji integritas pribadi, cinta, kesetiaan, komitmen pada janji-janji untuk menghidupi hidup dengan sempurna.

Saya yakin, saya dan suami saya itu orang-orang pemberani. Kami pejuang sejati. Kamu tahu bahwa kami memilih untuk bahagia dan sejahtera di dunia ini apapun tantangan yang kami hadapi. Kami bukan orang sembarangan. Insya Allah.

Di akhir malam, saya kembali bersyukur, bahwa saya masih dikelilingi cinta. Walaupun orang-orang yang saya cintai tidak bersama-sama saya saat ini, namun saya bersyukur saya dan mereka, termasuk suami saya, masih di bawah langit Tuhan yang sama.

Bersyukur kepada Tuhan untuk cinta seorang laki-laki kuat itu..

Maka nikmat Tuhan mana lagi yang akan kamu dustakan? (Ar-Rahman: 18)

Little Rock, 31 January 2010 2:49AM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *