Menangis

Saya ini gampang sekali menangis. Lihat sedikit yang sedih dan mengharukan saja, air mata saya bisa mengalir. Siang ini misalnya. Saya melihat tayangan Kick Andy di website Metro TV soal Iwan Fals yang akhirnya mau bicara di acara ini. Saya menangis ketika Andy berhasil mempertemukan Iwan dengan kawan-kawan lamanya. Saya menangis ketika Iwan dan Yos istrinya bercerita ketika Galang Rambu Anarki anaknya meninggal dunia. Saya menangis ketika Iwan menyanyikan lagu Aku Menyayangimu, sebuah musikalisasi puisi Kiai Haji Mustofa Bisri. Ah, saya memang tidak bisa lepas dari air mata.

Pernah saya berpikir apakah saya ini perempuan yang cengeng karena saya gampang sekali menangis. Tapi kok saya sanksi, karena sekenalnya saya dengan diri saya sendiri, saya ini tidak cengeng. Saya kuat. Saya perkasa. Seorang sahabat saya pernah berkata, frekuensi saya menangis bisa jadi hampir sama banyaknya dengan frekuensi saya tertawa. Ada-ada saja, saya pikir. Tapi, pengamatan kawan saya itu mungkin ada benarnya. TangisKe sini-sini, semakin saya mengenal diri saya, saya semakin tahu bahwa ternyata menangis adalah cara saya bertahan hidup. Ketika ada yang membuat saya merasa kesal, marah, sedih, haru, bahkan bahagia, air mata saya itulah respon dominan tubuh saya. Bukan berarti saya itu tidak bisa tertawa atau marah, tapi ternyata menangis juga bagian dari bagaimana tubuh saya merespon, dan lebih jauh bagaimana tubuh saya bertahan hidup dari perasaan-perasaan yang saya rasakan. Yang sudah tentu tidak semua perasaan adalah perasaan yang bahagia dan menenangkan.

Dalam perjalanan hidup saya, saya melihat ternyata perempuan lebih sering menangis. Saya hampir tidak pernah melihat ayah saya menangis. Tentu saja, saya pernah heran. Saya pun pernah bertanya kepada ayah saya tadi, kenapa dia hampir tidak pernah menangis. Dia pernah menjawab, tentu saja dia pernah menangis, tapi laki-laki konon tidak boleh menangis karena laki-laki tidak boleh cengeng.

WOW. Ternyata laki-laki memang dididik untuk melihat bahwa air mata itu adalah perlambang cengeng. Air mata itu bisa merobek keperkasaan. Sampai ada pepatah yang bilang boys don’t cry. Tapi apakah benar begitu adanya?

Saya pernah membaca sebuah majalah kesehatan. Di majalah itu ada artikel soal air mata. Ternyata, air mata yang keluar ketika seseorang menangis, itu bukan air mata biasa. Tapi air mata yang keluar lewat tangis itu membawa bahan-bahan kimia beracun dari dalam tubuh. Lebih jauh, sebuah blog (http://a11no4.wordpress.com/2010/02/07/menangis-itu-sehat-kawan/) menulis bahwa para peneliti Universitas Minnesota di Amerika Serikat yang mempelajari komposisi bahan- bahan kimia air mata telah mengisolasi dua bahan kimia penting yaituleucinenkephalin dan prolactin dalam cucuran air mata emosional. Menurut para peneliti,leucinenkephalin mungkin merupakan endorphin, yang merupakan pembebas rasa sakit alami yang dilepaskan oleh otak ketika menghadapi serangan stress . Pantas saja, setelah saya menangis, saya merasa lega. Saya merasa bisa melihat dunia lebih jernih. Dan dengan begitu, saya bisa berjalan lagi menjawab tantangan hidup.

Ketika saya kuliah dulu, saya pernah didatangi kawan laki-laki saya yang ingin menangis. Sebelum dia mulai menumpahkan kekesalannya, dia bilang gini, “Jangan anggep gue cengeng ya kalau gue nangis.” Dan saya pun meyakinkan kawan saya itu, bahwa buat saya semua manusia itu berhak menangis. Saya tidak pernah menghakimi bahwa bila laki-laki menangis berarti dia laki-laki cengengn. Bahkan saya yakin sekali, menangis lah yang membuat manusia tetap menjadi manusia.

Suami saya juga pernah beberapa kali menangis. Dan saya jatuh cinta padanya karena dia masih mampu menangis. Dan buat dia, menangis tidak membuat dirinya cengeng, tapi menangis adalah juga sebuah bentuk pertahanan diri.

Saya tahu bahwa laki-laki dituntut menjadi orang yang kuat. Masyarakat menuntutnya begitu. Sering banyak orang tua yang bilang kepada laki-lakinya bahwa mereka tidak boleh cengeng. Tapi mereka tidak mengatakan hal yang sama kepada anak perempuannya, karena perempuan lebih dimaafkan kalau menangis. Saya memang tidak punya saudara laki-laki, tapi seingat saya, orang tua saya juga selalu bilang anak perempuan tidak boleh cengeng, tapi bukan berarti tidak boleh menangis.

Menangis adalah bagian dari cara-cara tubuh mempertahankan keseimbangannya. Karena emosi yang tidak dikeluarkan, akan tertahan di limbik otak yang kalau tertimbun bisa membuat depresi. Menangis saya yakin adalah cara-cara Tuhan membuat manusia tetap menjadi manusia yang seimbang. Bahkan Tuhan pernah bilang begini dalam salah satu firman-Nya

Al-Quran Surat 19 (Maryam): 58
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israel, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.

Maka, jangan takut untuk menangis. Karena inilah tanda bahwa kita masih manusia, bukan tanda cengeng atau lemah. Justru yang tidak bisa menangis, bisa jadi harus waspada.

Little Rock, 7 Februari 2010 14:35

2 Replies to “Menangis”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *