Menuhankan senjata di Kota Tuhan: City of God

“Elo harus nonton film itu, Wi! That’s one of the best ones.”

Saya masih ingat kata-kata Agung Harsya Wardhana sahabat saya dan juga kawan saya nonton itu. Setelah sekian lama, akhirnya saya nonton juga. City of God (Cicade de Deus), sebuah film berbahasa Portugis keluaran tahun 2002. Film ini adalah sebuah karya duo sutradara Fernando Meirelles dan Katia Lund yang diadopsi dengan apik oleh Braulio Mantovani dari sebuah novel dengan judul yang sama karya Paulo Lins yang terbit di tahun 1997. Menjadi lebih menarik karena novel ini diinspirasi sebuah kisah nyata.

Film ini dibuka dengan segerombolan pemuda mengejar ayam yang ketakutan karena akan dipotong. Seekor sebelumnya telah dikuliti. Mungkin karena takut, ayam yang masih hidup ini lari. Segerombolan pemuda dengan sejata lantas mengejar ayam ini, ketika seorang fotografer muda bernama Rocket ada di tempat kejadian itu. Tiba-tiba dari arah berlawanan, mobil polisi datang. Namun jumlahnya kalah banyak. Daripada mati konyol, polisi ini pun lari meninggalkan arena sampai akhirnya sebuah letusan senapan terdengar.

Mengambil setting di sebuah sub-urban kumuh bernama Cicade de Deus di ibukota Brazil, Rio De Jenairo, film ini mengisahkan kehidupan anak-anak muda di kawan tersebut pada tahun 1960 sampai 1980. Melihat dari kacamata Rocket sang fotografer, film ini menceritakan bagaimana kehidupan masyarakat kumuh yang kebanyakan putus sekolah, mengganggur, dan sangat mudah terlibat perkelahian. Dari mulai kecil, mereka sudah dihadapkan pada perang gank menggunakan senapan yang membuat mereka sangat biasa melihat kekerasan.

Sebutlah tiga serangkai Shaggy, Clipper, dan Goose (saudara Rocket) yang membentuk Gank Trio. Dari masa muda, mereka sudah senang bermain-main dengan senjata dan senang merampok. Di suatu malam, mereka bertiga merampok sebuah motel. Tanpa diduga, adik laki-laki Shaggy yang masih kecil ikut serta. Karena dianggap belum bisa ikut merampok, Li’l Dice, sebut saja begitu, diminta menunggu di luar dan menembak lampu motel bila polisi datang. Namun karena sebal dianggap anak bawang, tiba-tiba dia ikut serta membabi buta ikut menembak. Di usianya yang masih 10 tahun, Li’l Dice menghabisi seluruh penghuni motel dengan serangan peluru. Tanpa muka penyesalan, Li’l Dice tampaknya malah menikmati semua itu.

Setelah kejadian ini, Gank Trio pun bubar. Clipper memilih menjadi anggota gereja, Shaggy mati ditembak polisi ketika berusaha kabur dengan pacarnya, dan Goose mati di tangan Li’l Dice. Singkat cerita, Li’l Dice menjadi pusat dari cerita ini. Dengan kekejamannya membunuh, akhirnya dia bisa menjadi menguasai daerah tersebut bersama Benny sahabatnya dan membuat industri obat bius. Dia mempekerjakan anak-anak muda yang juga bernasib sama: miskin, tidak bisa sekolah, dan tidak punya pakerjaan. Setelah berhasil menguasai seluruh pasar obat bius di daerah tersebut, ada satu daerah dimana Li’l Dice harus berbagi, karena Carrot berjualan di daerah tersebut. Sebenarnya mudah untuk Li’l Dice untuk mengambil alih daerah itu, namun dia mengurungkan niatnya karena Carrot adalah juga sahabat Benny. Beberapa tahun, mereka bisa bersaing dengan sehat; malahan daerah tersebut menjadi sangat “aman”, karena mereka juga “melibatkan” oknum polisi untuk mengamankan bisnisnya. Perang antar gank menjadi hampir tidak ada. Rocket yang cinta damai, juga tidak luput dari mengkonsumsi narkotika. Namun, dia tidak mania seperti yang lain. Dia hanya mengganja dengan perempuan yang disukainya, Angelika.

Perkenalan Angelika dengan Benny berlanjut renggangnya hubungan Angelika dengan Rocket. Padahal Rocket ini sekali berhubungan intim dengan Angelika. Namun, karena sekali lagi Rocket tidak suka konflik, dia memilih diam saja. Apalagi karena Benny juga baik padanya. Kedekatan Benny dengan Angelika tidak membuat Li’l Dice senang, apalagi setelah Benny memilih mundur dari dunia hitam ini dan hidup di pertanian dengan Angelika.

Benny adalah karakter yang jauh berbeda dengan Li’l Dice. Walau garang juga, sebenarnya dia masih punya kebaikan dalam hatinya. Benny perhatian dengan banyak orang, juga pada Rocket. Di malam perpisahannya, seseorang membawa kamera untuk membeli heroin dari Benny. Namun Benny pun memberikan kamera itu pada Rocket, karena dia tahu Rocket suka fotografi. Sayang sekali, Benny tidak panjang umur. Benny mati ditembak anak buat Carrot yang mengira Benny adalah Li’l Dice. Keadaan ini tambah buruk karena sebelumnya Li’l Dice ditolak seorang perempuan yang belakangan adalah istri seorang penduduk bernama Knockout Ned.

Ditinggal Benny dan ditolak perempuan cantik, membuat Li’l Dice semakin meraja lela. Di suatu malam, dia memperkosa istri Ned di depan matanya. Li’l Dice juga menyerang rumah Ned, menembaki rumah. Paman dan adik Ned mati malam itu. Ned tidak punya pilihan lain, selain melawan senjata dengan senjata. Dia bergabung dengan Carrot yang mulai terancam karena kematian Benny. Singkat cerita, perang senjata pun tidak terhindarkan.

Perang berkobar antara Li’l Dice melawan Ned yang berkolaborasi dengan Carrot. Yang lebih mengerikan adalah keduanya membangun pasukan dari anak-anak kecil dan remaja. Kota Tuhan terbagi dua. Bahkan penduduk tidak bisa bepergian ke bagian kota yang lain. Letusan senapan hampir terdengar sepanjang hari.

Rocket yang cinta damai pun berhasil keluar dari keadaan ini. Dia berhasil magang di sebuah surat kabar dimana dia melihat foto yang difoto fotografer handal idolanya. Karena kedekatannya dengan Li’l Dice, dia berhasil memperoleh foto-foto terbaik yang sulit didapat wartawan pada umumnya. Dia pun diutus untuk kembali meliput perhelatan perang gank di Kota Tuhan. Lagipula, ternyata Li’l Dice senang sekali fotonya masuk di surat kabar keesokan harinya. Hal ini membuat posisi Rocket menjadi semakin aman.

Rocket berhasil merekam dengan kameranya adegan ditangkapnya Carrot dan Li’l Dice, adegan dilepaskannya Li’l Dice oleh oknum polisi yang disuapnya, dan kematian Li’l Dice di tangan anak-anak kecil yang dia persenjatai. Dilema pun terjadi karena Rocket bingung foto yang mana yang harus menjadi berita utama esok pagi. Harus dari sudut foto berita yang mana yang harus naik, karena bisa jadi oknum polisi tidak akan suka padanya bila berita soal keterlibatan mereka ada di halaman utama. Akhirnya, berita kematian kepala gank Li’l Dice menjadi sudut berita yang dipilihnya.

Film yang memenangkan 55 penghargaan dan 29 nominasi di berbagai penghargaan pefilman dunia ini ditutup dengan segerombolan anak-anak kecil yang menembak Li’s Dice sedang berkumpul merencanakan perampokan. Mereka pun menamakan diri mereka Comando Vermelho. Rocket sendiri, yang berganti nama menjadi Wilson Rodriguez akhirnya menjadi salah satu fotografer terkenal Brazil.

Tuhan memang bisa berwujud apa saja. Dalam film ini, senapan dan obat bius menjadi tuhan bagi hampir anggota gank Kota Tuhan. Dari anak kecil sampai orang dewasa mendewakan senjata dan obat bius sebagai hal-hal yang disembahnya. Mereka menjadi budak senjata dan obat bius yang membuat mereka merasa hebat sekali. Merasa menjadi laki-laki sejati (karena di film ini digambarkan semua anggota gank itu laki-laki).

Banyak manusia tidak sadar bahwa mereka kadang menuhankan hal-hal yang sangat gemerlapan. Sebut saja senjata, obat bius, uang, jabatan, atau apapun yang terlihat cemerlang. Mereka menjadi budak nafsunya sendiri, nafsu untuk menjadi yang terhebat, tertinggi, terbaik di muka bumi. Terkadang dengan cara-cara yang keji, jahat, dan tidak berperikemanusiaan. Bahkan ada beberapa yang ingin menjadi tuhan. Bisa jadi manusia memang diciptakan sempurna, lengkap dengan kesombongan, kemunafikan, alpa, dan kekurangan-kekurangannya. Di dalam kekurangan itu, ada beberapa manusia yang merasa bisa menjadi tuhan, mulai dari Firaun, Hitler, dan bisa jadi George Bush. Karena ke sini-sini saya jadi berpikir, bahwa manusia itu menjadi gambaran bagaimana sifat-sifat Tuhan juga. Bahwa Tuhan adalah zat serba maha termasuk maha menghancurkan. Namun satu yang manusia sering lupa, bahwa rahmat Tuhan mendahului murkaNya, sifat yang banyak manusia tidak punya.

Semakin saya dewasa, semakin saya menyadari bahwa semua agama dan kepercayaan menuhankan Tuhan yang sama yaitu kebaikan, kasih sayang, saling hormat, dan toleransi. Caranya saja yang berbeda, tapi menuju tujuan yang sama. Saya juga semakin yakin, bahwa Tuhan bersemayam dekat di hati manusia, kadang kita yang sering tidak mendengar nurani bicara.

Tulisan ini saya tutup dengan satu ayat dari buku Al-Qur’an, ayat yang baru saya temukan lagi yang membuat saya bersyukur untuk kesekian kalinya bahwa perjalanan untuk bertuhan bukan perjalanan yang sia-sia.

Surat Al-‘Inshiqaq (84):6
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.

Selamat mengembara mencariNya. Bila sudah bertemu, salam hangat untuk Tuhan kita itu 🙂

City of God (2003)

2 Replies to “Menuhankan senjata di Kota Tuhan: City of God”

  1. Dan setelah city of God….kk harus nonton City Of Men (2002) dan elite squad (2008). emang sihh ini bukan trilogi, tapi ceritanya punya benang merah, tentang hidup dijalan, tentang perang antar geng (yang terdiri dari geng anak2 🙁 nenteng M16 :(( ), tentang polisi baik dan polisi korup…

    All about janeiro…All about brazilian…(including spirit of “jogo bonito” juga pastinya…:)) )

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *