Virginitas

Bisa jadi, beberapa dari yang membaca judulnya pun sudah tertawa karena hal ini memang tidak ada habisnya menjadi sorotan. Yep, mengobrolkan hal yang satu ini memang sangat menarik, karena tidak pernah ada definisi baku mengenai hal yang konon diagung-agungkan masyarakat multi zaman.

Baru saja, saya berkirim pesan singkat dengan teman saya, yang kebetulan laki-laki. Dan lucunya membahas soal ini 🙂

Virginitas biasanya dikait-kaitkan dengan perempuan. Banyak orang yang menilai, virgin berhubungan dengan kesucian. Misalnya saja di Indonesia, laki-laki yang masih perjaka ataupun tidak seringkali masih mematok perempuan yang akan dinikahinya dari virgin ini. Dan tidak sedikit orang yang memasang standar perempuan “baik-baik” hanya dari sini. Misalkan saja, perempuan yang punya pekerjaan layak, gaji tinggi, terlihat mandiri dan chick, dapat tercoreng citranya hanya karena dia tadi lagi perawan. Hm, saya berpikir, betapa hebatnya selaput dara perempuan mengkontruksi sistem nilai di masyarakat.

Ketika saya belum sebesar yang sekarang (tulisan ini dibuat ketika saya berumur 27), saya juga terjebak dalam kungkungan berpikir, bahwa yang namanya virgin, yah selaput dara itu. Bila dia pecah atau rusak sebelum waktu pernikahan, maka “harga” perempuan menjadi turun. Padahal, seringkali selaput dara pecah atau rusak bukan akibat penetrasi penis, tapi akibat hal lain, misalnya cedera karena jatuh atau trauma benda keras. Dan saya pikir, apa sih selaput dara itu sehingga harga perempuan kebanyakan ditakar dari situ?

Banyak laki-laki yang masih “tergila-gila” dengan keperawanan yang notabene hanya selaput dara tadi. Padahal, saya pikir, keperawanan itu mestinya diukur dari hati dan pikiran perempuan tadi, sudah sejauh mana dia mengerti dunia. Bukan dari selaput daranya saja, yang bisa menyebabkan hidupnya hancur kalau dia rusak atau pecah sebelum waktunya.

Belum lagi, kalau perempuan menikah dengan laki-laki yang entah bodoh atau lugu menganggap bahwa pecah atau tidaknya selaput dara dinilai apakah dia berdarah ketika pertama kali berhubungan. Kalau masih ingat kasus Farid Harja yang menceraikan isterinya setelah hari pernikahannya karena mendapati isterinya tidak perawan, padahal apakah Farid Harja masih perjaka ketika itu? Wallahu alam (sayang dia sudah wafat jadi tidak bisa kita cari tahu). Padahal, berdarah atau tidaknya tergantung apakah penis melukai pembuluh darah vagina/selaput dara atau tidak. Bila tidak, maka sampai sekuat apapun berusaha, sang perempuan tidak akan berdarah.

Saya masih heran saja, di hari seperti ini, di saat semakin modern-nya pemikiran manusia, masih banyak orang yang mengagung-agungkan virginitas alih-alih melihat kelebihan lain dari perempuan itu. Misalnya saja, bagaimana kadar intelektualitasnya, kecerdasannya dalam hubungan antarmanusia, amal yang telah dia lakukan, atau apapun yang jauh lebih kongkrit dan bermakna hanya dari sekedar perempuan itu virgin atau tidak.

Saya pikir, agak sulit kalau ingin menilai mental seseorang hari gini. Orang yang rajin solat dan pergi ke gereja pun masih tega korupsi dan mengobarkan perang saudara di Poso.

Saya lebih baik main aman saja, saya tidak mau jadi korban sistem yang seperti ini. Semoga saja, kekasih saya masih mau menikahi saya bahkan ketika saya tidak perawan sekalipun, amin. Kalaupun tidak, saya pikir, saya pasti belum menemukan orang yang tepat, yang mau menikahi saya karena saya, bukan karena selaput dara di dalam vagina sana. Tabik.

17 Februari 2007 21:52 terinspirasi SMS Lukman Hakim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *