Selingkuh itu Candu!

<i>Hanya 3-5% binatang ciptaan Tuhan yang monogami termasuk di antaranya <a href=”http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://community.travelchinaguide.com/forum2.asp%3Fi%3D44294″>elang, laba-laba Argiope Aurantia, dan buaya.</a> Bahkan <a href=”http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia”>manusia (homo sapiens) baik laki-laki ataupun perempuan</a>, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi, tidak termasuk.</i>
<Photo 1>
Harap jangan marah. Bisa jadi saya salah melakukan riset. Tapi fakta-fakta di atas saya temukan di beberapa situs. Jadi bisa jadi ada benarnya.
Di sela-sela tugas sekolah, saya masih sempat menonton infotainment. Sampai Amerika pun, kebiasaan buruk saya ini tidak bisa hilang juga. Tapi bisa jadi ini lumrah adanya karena seorang kawan saya pernah berkata bahwa keingintahuan manusia dalam bentuk paling rendah berwujud gosip dan paling tinggi berwujud ilmu. Jadi bisa pembenaran. Menuntut ilmu, lalu menonton gosip. Asoy!
Akhir-akhir ini, infotainment masih ramai memberitakan gosip-gosip teranyar dari diva negeri ini yang konon berselingkuh dengan pengusaha asal negara tetangga. Tulisan ini tentu saja tidak akan membahas mereka, tapi lebih ingin membahas selingkuh.
Saya pernah takut menikah karena saya takut bertemu laki-laki yang tidak setia, padahal belum tentu juga saya perempuan yang setia. Namun ternyata, alam menakdirkan lain. Setelah ketakutan beberapa saat, saya bertemu dengan laki-laki yang membuat saya sedikit demi sedikit jadi pemberani. Saya seringkali membahas ini dengan ayah saya yang pernah bilang banyak suami yang berselingkuh dengan istri-istri orang lain karena biar lebih aman. Itu praktek yang pernah dia lihat di antara kawan-kawannya.
Saya pernah berpikir. Apa itu definisi selingkuh. Dulu pernah saya melihat serial <a href=”http://www.imdb.com/title/tt1000774/”>Sex and the City</a>, ketika Carrie Bradshaw menulis di kolomnya tentang apa arti selingkuh. Yang menarik, ada pendapat yang bilang kalau tidak ketahuan, berarti belum selingkuh. Atau malah ada yang percaya bahwa ketika sudah memikirkan orang lain yang bukan pasangan, itu sudah pasti selingkuh. Atau ada yang juga berpendapat, kalau belum melakukan hubungan intim, itu belum selingkuh. Perbedaan ini, untuk saya, menarik sekali. Bisa jadi memang tidak ada definisi yang baku.
Dari beberapa kasus perceraian kawan-kawan saya, ternyata tidak semua perselingkuhan terjadi karena kondisi keluarga tidak baik. Ada yang bilang, “Duh, Wi. Padahal gue merasa rumah tangga gue baik-baik saja. Tapi ternyata.” Buat saya ini menakutkan. Bisa jadi menurut kita semua relatif baik-baik saja, tapi belum tentu menurut pasangan. Karena buat saya, salah tidak pernah sendiri. Bisa jadi ada hal-hal yang tidak memuaskan, tapi tidak dikomunikasikan. Tidak ada komunikasi bukan berarti semua baik-baik saja. Tidak ada konflik, bukan berarti semuanya lancar-lancar saja. Bahkan saya menganggap kalau tidak pernah konflik, berarti sebuah hubungan itu sama sekali tidak sehat. Dan lagi-lagi, komunikasi memang penting sekali.
Jadi selingkuh itu apa? Ini barang abstrak yang oke punya. Definisinya pun beragam. Bisa jadi definisi kita dengan pasangan pun tidak sama. Ini hal yang sangat kompleks.
<a href=”http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php”>Kamus Besar Bahasa Indonesia online</a> mendefinisikan:
<i>se·ling·kuh: 1) suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; curang; serong; 2) suka menggelapkan uang; korup; 3) suka menyeleweng</i>
Dalam konteks hubungan intim (baca: pacaran, pernikahan), apa sih batasnya selingkuh itu. Apakah kalau ada laki-laki yang suka sama saya, itu selingkuh? Atau kalau ada perempuan yang suka suami saya, itu juga selingkuh? Apalagi, kawan saya banyak yang laki-laki, dan kawan dia juga banyak yang perempuan.
Atau, kalau suatu hari saya melihat suami saya jalan bareng dengan perempuan lain, apakah saya harus kebakaran jenggot? Atau sebaliknya dia yang harus kebakaran jenggot kalau lihat saya jalan dengan laki-laki lain? Padahal bisa jadi itu cuman pembicaraan bisnis, atau hanya sekedar bertemu kawan-kawan.
Saya dan suami menyadari ini: bahwa selingkuh itu punya kompleks, bisa didefinisikan berbeda-beda, dan seringkali memang tidak pernah diniati. Beberapa kali obrolan menarik terjadi karena membahas ini. Akhirnya, memang harus dikembalikan kepada niat awal kami bersama-sama (baca: menikah). Niat ingin berbahagia bersama-sama membentuk keluarga yang <a href=”http://mtamrinh.blogspot.com/2010/02/arti-sakinah-mawaddah-warahmah.html”>sakinah, mawaddah, dan warrahmah.</a>
Ketiga kata-kata ini sering dikatakan ketika orang mendoakan orang yang baru menikah. Namun bisa jadi kita belum tahu apa artinya. Tulisan ini saya kutip dari blog-blog yang saya temukan (klik link di atas). Sakinah itu adalah pondasi bangunan pernikahan yang tanpanya, mawaddah dan warahmah tidak bisa ada. Sakinah itu meliputi kejujuran, iman, dan taqwa kepada Tuhan. Ketika ada jujur dan takut kepada Tuhan, maka timbul mawaddah yaitu kasih dan sayang. Semua makhluk diberikan kemampuan menyayangi, bahkan penjahat pun pasti sayang kepada anaknya dan binatang buas seperti harimau juga begitu. Kata terakhir, warrahmah, berhubungan dengan kewajiban. Kewajiban untuk menjaga satu sama lain yang menurut saya, juga menjaga agar diri kita dan pasangan dari godaan-godaan duniawi.
Semakin kompleks. Jadi, sekali lagi, selingkuh itu apa? Mungkin sederhananya, selingkuh itu adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan pasangan yang sudah diberikan kepada kita. Dan sekali lagi, karena manusia tidak ada yang sama, standardnya dikembalikan lagi kepada manusia yang bersangkutan. Seringkali orang-orang takut membahas ini dengan pasangannya. “Lagi cinta-cintaan kok mbahas selingkuh,” begitu kata teman saya. Tapi bisa jadi memang harus dibahas saja karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.
Saya tidak mau membicarakan poligami di sini karena saya banyak tidak sepakat dengan banyak praktiknya hari ini. Bahkan Nabi Muhammad SAW, manusia berakhlak mulia di muka bumi pernah berdoa: Ya Allah hanya inilah yg bisa aku berikan semampuku, jangan cela aku karena rasa yg aku berikan kepada istri-istriku (http://www.mail-archive.com/media-dakwah@yahoogroups.com/msg09979.html).
Kembali lagi kepada selingkuh. Alasan orang-orang berselingkuh bisa beragam. <i>”Duh, Wi, abis gimana ya, suami gue sibuk banget sih. Duh, Wi, abis istri gue itu lho, masa’ gue pulang kerja ga diambilin minum. Duh, Wi, abis istri gue boros banget sih. Duh, Wi, abis suami gue ngorok kalo tidur. Duh, Wi, abis.. bis.. bis… “</i>
Alasannya bisa apa saja, bahkan seringkali alasan kecil. Betul sekali. Namun kembali lagi kepada niat yang pernah diniatkan dan janji yang pernah kita ucapkan. Sungguh mengerikan, karena kita sungguh tidak pernah tahu godaan apa yang menunggu di depan. Jadi memang ada baiknya komunikasi memang harus selalu dibenahi dan ditingkatkan.
Saya masih percaya semua manusia punya nurani yang tidak akan pernah bisa dibohongi. Nurani akan mengingkatkan kita akan batas-batas itu. Tinggal pilihan kita mau mendengar atau tidak. Saya juga percaya bahwa cinta itu kata kerja. Mencinta, seperti halnya kata-kata kerja lainnya misalnya mencangkul, mengendarai sepeda, mendaki gunung, membaca berita, memasak, memang sebuah kerja keras dan proses aktif.
Ke sini-sini, saya  merasa bahwa mencintai dan dicintai bukan hubungan sebab akibat karena kita tidak sedang transaksi di pasar dimana ada uang ada barang. Cinta itu, seperti semua hal di dunia ini punya konsekuensi logis. Ketika berani mencinta, berarti berani berkomitmen, untuk terus sama-sama bekerja keras mencinta, termasuk di dalamnya untuk menjaga kesepakatan dan janji yang pernah diucapkan atau disetujui. Apapun resikonya. Kalau masih cinta, kerja kerasnya adalah termasuk mencintai kekurangan pasangan dan bersama-sama berproses menjadi orang yang lebih baik lagi.
Ini juga wajib saya ingat bahwa menjadi suami yang baik itu proses. Jadi istri yang baik juga. Dan, memang semestinya indah berproses tumbuh bersama-sama.
Bukan pekerjaan ringan mencinta itu.
Selingkuh pun bisa menjadi candu karena manusia menyukai tantangan yang membuat adrenalin naik dan turun. Sekali dimulai, akan susah berhenti. Apalagi selingkuh memang tidak pernah diniatkan. Pastinya, memang harus terus hati-hati, selalu ingat bahwa Tuhan melihat (walau pasangan tidak) dan minta Tuhan melindungi.
Semoga kita bisa terus menjaga komitmen dan integritas. Amin. Wallahu alam.
<i>*saya empati terhadap buaya yang sering dikaitkan namanya kepada “laki-laki buaya” (artinya suka berselingkuh). Padahal buaya itu monogami, setia dengan satu buaya sampai mati. bahkan buaya jantan akan mengamuk bilang buaya betina didekati jantan yang lain.</i>
@RDS, Little Rock
23 April 2010, 1:50AM
di saat kram otak

Hanya 3-5% binatang ciptaan Tuhan yang monogami termasuk di antaranya elang, laba-laba Argiope Aurantia, dan buaya. Bahkan manusia (homo sapiens), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi, tidak termasuk.

Harap jangan marah. Bisa jadi saya salah melakukan riset. Tapi fakta-fakta di atas saya temukan di beberapa situs. Jadi bisa jadi ada benarnya.

Di sela-sela tugas sekolah, saya masih sempat menonton infotainment. Sampai Amerika pun, kebiasaan buruk saya ini tidak bisa hilang juga. Tapi bisa jadi ini lumrah adanya karena seorang kawan saya pernah berkata bahwa keingintahuan manusia dalam bentuk paling rendah berwujud gosip dan paling tinggi berwujud ilmu. Jadi bisa pembenaran. Menuntut ilmu, lalu menonton gosip. Asoy! Continue reading “Selingkuh itu Candu!”

Melihat Swiss dari Dekat

His Excellency Urs Ziswiler, Ambassador of Switzerland for the U.S.
His Excellency Urs Ziswiler, Ambassador of Switzerland for the U.S.

Apa yang pertama kali terlintas dalam benak Anda ketika kata Swiss disebut?
Tentu saja dengan mudah Anda akan mengucapkan:
“coklat, jam tangan, keju, bank, dan bankir.”

Itu adalah kata-kata pembuka dari pidato pengenalan Duta Besar Swiss untuk Amerika Urs Ziswiler yang diucapkan kawan sekelas saya, Cory Biggs. Ada benarnya kata-kata Cory ini. Saya pun langsung membenarkan apa yang Cory bilang. Saya ternyata cuma baru tahu itu dari Swiss.

Duta Besar Ziswiler (selanjutnya akan saya singkat DBZ) memulai satu jam kuliah umumnya di Clinton School, Selasa malam 16 Maret 2010, dengan mengatakan kenapa orang-orang tidak begitu kenal Swiss. Bisa jadi karena sepak terjangnya di dunia internasional kurang begitu kedengaran bila dibanding dengan negara Eropa yang lain. Alasan DBZ untuk situasi ini adalah karena Swiss mempunyai sistem politik yang lambat. Saya baru tahu bahwa sistem politik di Swiss adalah demokrasi langsung, mereka mengadakan referendum untuk semua yang bisa direferendumkan, termasuk pelarangan pembangunan kubah mesjid (baca: kubah yang ada lambang bintang dan bulan, bukan mesjid itu sendiri karena Swiss mempunyai setidaknya 200 buah mesjid) yang diberlakukan baru-baru ini. DBZ mengemukakan fakta yang menarik bahwa saking lambatnya, Swiss baru memberikan hak pilih kepada kaum perempuan di tahun 1973, atau kalau hari ini adalah tahun 2010, maka itu baru 27 tahun yang lalu. Indonesia jauh lebih maju karena perempuan sudah punya hak pilih di pemilu pertama kalinya di Indonesia tahun 1955. Namun, lambat bukan berarti tidak menuju sempurna. Buktinya, Swiss hari ini mempunyai presiden perempuan, juru bicara negara perempuan, dan 30% anggota parlemen perempuan. Luar biasa. Bahkan Amerika yang konon demokratis masih tidak bisa punya presiden perempuan, dan butuh puluhan pemilu untuk punya presiden kulit hitam. Tapi itulah “demokrasi” ala Amerika. Continue reading “Melihat Swiss dari Dekat”

Beasiswa itu Mudah

silakan dibagi kepada orang lain dengan mencantumkan atau men-tag Dewi Greenjo

Ih Wi, hebat banget si loe bisa dapat beasiswa!!!

Ucapan itu keluar dari setidaknya dari beberapa orang ketika mendengar saya mendapat beasiswa Fulbright untuk melanjutkan S2 ke Amerika. Beberapa orang mengucapkan selamat sambil terus bilang kata-kata di atas.

Buat saya, mendapat beasiswa adalah hal yang lumrah saja karena selama Indonesia masih menjadi negara berkembang, negara-negara maju akan memberikan bantuan beasiswa ini. Jadi, kalau gigih berjuang dan cerdas berusaha, beasiswa hanya tinggal masalah waktu.

Untuk saya begitu. Tidak banyak orang yang tahu bahwa ini adalah percobaaan ketujuh saya untuk mendapat beasiswa. Setelah mendapat enam kali pelajaran berharga, saya akhirnya lolos juga. Dan tidak tanggung-tanggung, saya mendapatkan beasiswa yang selama ini dianggap orang sangat prestisius dan susah. Bangga? Tentu saja. Keluarga dan suami saya masih terus memperlihatkan betapa bangganya mereka. Tapi setelah itu, lama-lama saya anggap beasiswa ini adalah amanah Tuhan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Karena bukan main-main mendapat beasiswa. Saya punya tanggung jawab moral untuk kembali ke tanah air dan mengamalkan ilmu yang saya dapat di belahan bumi Tuhan yang lain. Continue reading “Beasiswa itu Mudah”

Menangis

Saya ini gampang sekali menangis. Lihat sedikit yang sedih dan mengharukan saja, air mata saya bisa mengalir. Siang ini misalnya. Saya melihat tayangan Kick Andy di website Metro TV soal Iwan Fals yang akhirnya mau bicara di acara ini. Saya menangis ketika Andy berhasil mempertemukan Iwan dengan kawan-kawan lamanya. Saya menangis ketika Iwan dan Yos istrinya bercerita ketika Galang Rambu Anarki anaknya meninggal dunia. Saya menangis ketika Iwan menyanyikan lagu Aku Menyayangimu, sebuah musikalisasi puisi Kiai Haji Mustofa Bisri. Ah, saya memang tidak bisa lepas dari air mata.

Pernah saya berpikir apakah saya ini perempuan yang cengeng karena saya gampang sekali menangis. Tapi kok saya sanksi, karena sekenalnya saya dengan diri saya sendiri, saya ini tidak cengeng. Saya kuat. Saya perkasa. Seorang sahabat saya pernah berkata, frekuensi saya menangis bisa jadi hampir sama banyaknya dengan frekuensi saya tertawa. Ada-ada saja, saya pikir. Tapi, pengamatan kawan saya itu mungkin ada benarnya. Continue reading “Menangis”

Tentang Resolusi Tahun Baru

Tahun baru, biasanya identik dengan yang namanya resolusi. Saya, dan bisa jadi Anda, biasanya punya resolusi-resolusi baru yang ingin dicapai di tahun berikutnya.

Sebenarnya apa yang disebut resolusi itu? Sebuah blog (Frans Nadeak) mengatakan bahwa resolusi artinya ketetapan hati, atau kebulatan tekad untuk setia melaksanakan apa yang sudah disepakati seseorang dengan dirinya sendiri.

Saya pernah bertanya-tanya kenapa resolusi biasanya dibuat atau digembar-gemborkan untuk dibuat ketika tahun baru itu datang. Kenapa tidak membuat resolusi kapan saja ketika kita berpikir kita ingin membuat sebuah resolusi. Continue reading “Tentang Resolusi Tahun Baru”

Pahlawan?

Saya baru ingat. Sepuluh November kemarin itu hari Pahlawan. Hampir lupa. Mungkin karena sudah tidak pernah lagi ikut upacara bendera.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 2001:812) menyebutkan pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya membela kebenaran atau pejuang yang gagah berani.

Namun, siapakah yang sebenarnya bisa disebut pahlawan? Apakah mereka yang mati di medan laga, mereka yang dikubur di taman makam, mereka yang kaya dan bisa membagi-bagi rezekinya dengan leluasa, selebriti yang mengadopsi anak dari berbagai negara, yang masuk KPK memberantas korupsi, atau bisa siapa saja yang senyum dengan tulus, bertanya kabar dengan sungguh-sungguh, memeluk ketika ada yang sedih? Apakah mereka yang kadang terlupakan modernitas seperti tukang sapu, pemulung, tukang sampah, tukang pencatat listrik, penjaja koran, atau pedagang asongan? Continue reading “Pahlawan?”

Nikmat Itu Tidak Selamanya

Suami saya kehilangan ayah, ibu, adik laki-laki, toko, dan rumah. Dalam 15 menit, ketika gelombang tsunami menghempas Banda Aceh hampir 5 tahun yang lalu.

Tulisan ini bukan soal minta dikasihani karena kehilangan itu, atau karena ingin mengingat lagi masa lalu. Saya baru saja pulang melihat film dokumenter “Warrior Champion: From Baghdad to Beijing”, sebuah film tentang bagaimana veteran tentara Amerika yang kehilangan kaki dan tangan mereka dalam perang, tapi berhasil mengikuti olimpiade untuk penyandang cacat. Saya melihat bagaima mereka berjuang untuk terus bertahan hidup dan tidak menjadi gila karena kehilangan hal-hal yang sangat berharga dalam hidup manusia: fisik yang lengkap. Yang seringkali kita berpikir fisik kita yang lengkap itu sudah otomatis semestinya begitu dari sononya.

Seperti halnya suami saya tercinta itu. Saya masih saja kagum kekuatan hatinya untuk melanjutkan hidupnya dengan cara-cara yang terhormat paska kehilangan keluarga, rumah, dan toko. Dia tidak gila, dia tidak jadi pencuri, dan dia terus memperlihatkan kekuatan manusia yang sebenarnya. Saya tidak terbayang, bagaimana suami saya bisa berdamai dengan kehilangan dasyat orang-orang dan hal-hal yang penting dalam hidupnya, yang seringkali kita berpikir, bahwa mereka otomatis hadir dalam hidup kita. Continue reading “Nikmat Itu Tidak Selamanya”

Teman Terbaik

Setelah duduk dengan beberapa teman nongkrong malam tadi, saya kembali berpikir lagi. Pikiran-pikiran yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan, toh saya sebenarnya sudah tahu, tapi tidak membuat saya akhirnya kembali memikirkan itu lagi. Soal berteman, suatu hal yang pada umur saya yang hampir 30 tahun, saya masih saja tidak mengerti.

Berteman. Saya tidak punya kamus Bahasa Indonesia di kamar saya, tapi yang saya pahami selama ini, teman adalah orang-orang yang sering mencipta waktu bersama-sama. Teman itu ada teman kerja, yaitu orang-orang yang sekantor, teman main, yaitu orang-orang yang seru diajak nongkrong. Yang pasti, kita bisa berteman orang lain, karena ada kepentingan di dalamnya. Entah disadari atau tidak, saya pikir kok naif sekali orang yang percaya bahwa ada teman yang benar-benar tanpa kepentingan. Continue reading “Teman Terbaik”

Terpukau

Sepertinya, hampir semua orang yang mengerti bahasa Indonesia pasti tahu artinya.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga Depdiknas Terbitan Balai Pusata, terpukau (verb) berarti: 1. mabuk karena kena pukau; 2. terpesona; tertarik (hati). Terpukau berasal dari kata dasar ‘pukau’ yang artinya dalam konteks ini adalah daya tarik atau pesona.

Seringkali orang terpukau pada suatu keadaannya yang akhirnya membuat orang tidak bisa maju. Pasti Anda pernah terjebak mendengarkan seseorang yang menceritakan kesusahannya. Sekali dua kali, pasti biasa saja. Wajar kan orang menceritakan kesusahan pada temannya. Tapi, ketika Anda bertemu dia lagi dalam beberapa kesempatan, dia masih tetap menceritakan kesusahan yang sama. Dengan pola pikir dan kondisi mental yang sama pula dan seringkali lebih buruk. Atau dalam kesempatan lain, pasti Anda pernah juga bertemu dengan teman yang suka menceritakan keberhasilan-keberhasilannya. Dengan gegap gempita, diceritakannya terus menerus, bahkan kadang Anda sampai bosan mendengarnya. Well, bisa jadi berarti kedua orang tadi dalam keadaan terpukau. Yang satu terpukau atas kesusahannya, yang satu terpukau keberhasilannya. Continue reading “Terpukau”

Minta maaf, memaafkan, dan mengucapkan terima kasih

Tiga kata kerja di atas, bahkan orang tuli dan buta sekalipun, akan mengerti apa artinya. Namun, tidak semua manusia di dunia ini tahu bagaimana melakukannya. Karena diperlukan bukan hanya kemampuan menyampaikan ketiganya dengan bahasa verbal atau isyarat, tapi juga diperlukan satu kondisi ego tertentu dari seseorang.

Iya, minta maaf, misalnya. Tidak semua orang dengan mudah mau minta maaf kepada orang lain, bahkan bila dirinya nyata bersalah. Karena tidak sedikit orang berpendapat bahwa minta maaf adalah sama dengan mengemis. Ketika meminta maaf, disadari atau tidak, posisi kita ada di bawah. Kita harus merendahkan diri kita, merendahkan ego kita, untuk minta orang lain memaafkan kesalahan kita. Continue reading “Minta maaf, memaafkan, dan mengucapkan terima kasih”