Cerita tentang Hitam dan Putih: Refleksi dari To Kill a Mockingbird

“…the evil assumption that all Negroes lie, all Negroes are basically immoral beings, all Negro men are not to be trusted around our women.”

poster film
To Kill A Mockingbird (Sumber: IMDB)

Kalimat itu adalah bagian dari argumen terakhir Atticus Finch (yang dimainkan oleh Gregory Pack), seorang pengacara kulit putih di pengadilan yang menyidangkan warga kulit hitam yang dituduh memperkosa perempuan kulit putih. Atticus Finch ditunjuk untuk membela seorang kulit hitam, praktik yang tabu di tahun 1932, ketika Amerika Serikat sedang mempraktikkan kebijakansegregasi rasial. Kebijakan ini intinya memisahkan kulit hitam dan kulit putih dalam hal fasilitas dan pelayanan publik misalnya kesehatan, perumahan, pendidikan, pekerjaan, dan juga transportasi. Di masa-masa sebelum adanya gerakan pembelaan hak-hak sipil yang pada puncaknya terjadi di tahun 50an dipimpin oleh Marthin Luther King, J.R., praktik pemisahan ini menjadi praktik yang “normal” di negara yang katanya demokrasi ini. Dan tentunya, praktik-praktik ini melahirkan asumsi-asumsi menyedihkan seperti di atas.

To Kill a Mockingbird sedikit banyak bercerita soal itu. Diadopsi dari karya besar Harper Leedengan judul yang sama, film ini menceritakan kisah diskriminasi terhadap kulit hitam dari kacamata kedua anak-anak kakak beradik, Jem (laki-laki) dan Scout (perempuan). Mengambil tempat di Maycomb negara bagian Alabama, film ini bercerita soal Amerika di saat krisis ekonomi (great depression) sedang berlangsung yang membuat sengsara banyak warga Amerika. Alabama merupakan negara bagian yang terletak di bagian selatan Amerika Serikat. Negara-negara bagian di selatan terkenal sebagai negara yang mengembangkan pertanian sehingga perbudakan menjadi hal yang “lumrah” di selatan dibanding di utara. Maka dari itu, praktek segregasi juga lebih lama berlangsung di bagian selatan. Misalnya sekolah, orang-orang kulit putih dan hitam pergi ke sekolah yang berbeda. Historically Black College/University menjamur untuk menjawab kebutuhan orang kulit hitam untuk pendidikan tinggi. Bis pun dibagi-bagi, ada bis buat kulit putih dan buat kulit hitam. Begitu juga restoran dan tempat-tempat publik lainnya. Walaupun menganut kebijakan “separate but equal” (terpisah namun setara), tetap saja diskriminasi tidak bisa dihindari. Continue reading “Cerita tentang Hitam dan Putih: Refleksi dari To Kill a Mockingbird”