Apa artinya menjadi seorang Muslim?
Bagian pertama (entah dari berapa tulisan)
Pertanyaan ini seringkali muncul di benak saya akhir-akhir ini. Pertanyaan yang mengusik karena membutuhkan waktu dan energi untuk memikirkannya. Tapi bisa jadi ini normal saja karena selama manusia hidup, dia pasti sering mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan soal hidup, misalnya hidup ini untuk apa dan sebagainya.
Berada di Amerika seringkali “memaksa” saya untuk melihat Indonesia dan Islam lebih jernih karena saya sedang “jauh” dari sistem. Saya sedang jauh dari mayoritas. Saya menjadi minoritas. Ditambah lagi, banyak kejadian beberapa waktu terakhir ini, terutama yang berbau SARA dan kekerasan, yang membuat saya mempertanyakan lagi apa artinya menjadi seorang Muslim.
Hubungan yang dimiliki seorang Muslim
Dari hasil belajar saya sampai usia 30 tahun lebih ini, yang saya tahu, ada dua hubungan yang dimiliki orang seorang Muslim yaitu hubungan kepada Tuhan (sering disebut Habluminallah) dan hubungan kepada manusia (Habluminannas). Sejalan dengan proses hidup saya, saya mulai melihat sebenarnya keduanya sama pentingnya, ketika kita dapat berhubungan Tuhan dengan baik, pastinya kita akan terus mengusahakan untuk berhubungan baik juga dengan manusia. Jadi asumsinya, kalau bisa punya hubungan baik dengan Tuhan, pasti juga baik kepada manusia yang lain. Pernah saya sedikit membaca sufi Ibnu Al-Arabi, dia bilang bahwa manusia adalah gambaran dan wakil Tuhan di muka bumi ini, atau khalifah. Arabi percaya bahwa manusia diciptakan agar kita bisa saling belajar untuk mengenal Tuhan.
Saya percaya, Tuhan itu punya sifat-sifat yang lengkap. Lengkap di sini berarti mempunyai sifat-sifat kebaikan seperti tercantum dalam Asma Ul Usna, tapi saya juga percaya bahwa karena Dia Tuhan, Dia bisa punya sifat-sifat perusak. Ke sini-sini, saya akhirnya mengamini hadist Rasulullah bahwa Tuhan adalah bagaimana prasangka umat yang percaya kepadaNya dan rahmat kasih sayangNya mendahului murkaNya. Saya percaya bahwa setiap kejahatan yang dilakukan oleh manusia itu adalah juga gambaran sifat-sifat “murka” dan “perusak” yang Tuhan miliki. Namun tidak seperti TUhan, saking lemahnya manusia, kita seringkali tidak bisa mendahulukan kasih sayang dibanding marah dan jahatnya kita. Bisa jadi banyak yang tidak setuju, tapi saya percaya bahwa mengenal Tuhanpun memerlukan proses. Proses itupun adalah proses yang sangat personal, berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, dimana kita sama sekali tidak boleh menghakimi proses yang berbeda-beda tersebut.
Dalam berhubungan dengan Tuhan, saya pikir sebagai seorang Muslim artinya kita bisa terus merasakan keberadaanNya setiap waktu. Kita percaya bahwa Islam artinya damai dan berserah, berarti kita selalu berusaha mengingat Tuhan dalam setiap kondisi apapun dan membawa damai kemana pun kita pergi dalam bergaul dengan manusia yang lain. Saya sungguh miris melihat konflik-konflik yang ada di tanah air, terutama yang berkaitan dengan Ahmadiyah. Terlepas dari “benar” atau “tidak” ajarannya, sebagai seorang Muslim, seharusnya kita bisa terus berbuat baik kepada mereka, termasuk di dalamnya adalah berdakwah yang baik. Saya tidak habis pikir ketika seseorang bisa membela “tuhan” dengan cara-cara yang tidak beradab. Pertanyaan saya adalah “tuhan” yang mana yang mengajari umat”nya” untuk bergaul dengan cara-cara keji seperti menghancurkan kampung dan menggantung umat Ahmadiyah.
Saya juga masih tidak habis pikir ketika TKW Indonesia di Arab Saudi menerima perlakukan yang kejam dari orang-orang Arab yang konon menganut syariah “Islam” sebagai dasar hukumnya. Islam yang mana yang mengajarkan umatnya untuk tidak mempunyai belas kasihan terhadap orang yang mau membantu di rumahnya. Akhirnya, hari ini saya percaya, bagaimana kita berhubungan dengan manusia yang lain, itu menggambarkan bagaimana kita berhubungan dengan Zat yang kita panggil Tuhan itu.
Dien adalah jalah hidup
Ke sini-sini saya percaya, bisa jadi pemahaman sempit orang-orang Muslim terhadap Tuhan, Rasul Muhammad, dan Al-Quran yang menyebabkan kemunduran Islam hari ini. Saya masih percaya bahwa Islam adalah rahmat bagi seru sekalian alam. Jadi bukan hanya seluruh umat manusia yang akan mendapat rahmat ketika Islam ditegakkan di muka bumi, tapi juga tumbuhan, binatang, dan seluruh lingkungan.
Banyak orang bilang bahwa Islam itu adalah agama. Tapi saya pikir yang Muhamamad SAW tawarkan adalah jalan hidup yang lurus. Jalan yang Tuhan ridhai dan semesta percaya. Ketika Islam dimengerti sebagai jalan hidup, berarti orang-orang Muslim berusaha dengan keras mengerti prinsip-prinsip Islam. Bukan hanya sibuk solat dan puasa. Jadi ketika seseorang mengaku Muslim, dia bukan hanya menjalankan ritualnya, tapi juga terus mencari tahu dan mengamalkan prinsip-prinsipnya. Ke sini-sini, saya melihat ritual seperti solat, puasa, dan haji adalah cara-cara yang Islam tawarkan untuk membuat manusia menjadi manusia yang lebih baik, bukan malah menjadikan dia makhluk yang keji.
Komaruddin Hidayat pernah menulis bahwa manusia disebut makhluk paling sempurna salah satunya adalah karena manusia sanggup menerima konsep ketuhanan di dalam hatinya. Manusia sanggup menerima konsep bahwa ada zat yang melebihi dirinya yang mengatur alam semesta ini. Terlepas “tuhan” mana yang kita percaya, ke sini-sini saya percaya bahwa Tuhan yang saya percaya tidak punya agama dan tidak punya jenis kelamin. Tuhan tidak eksklusi. Dan Dia bukan milik satu golongan tertentu saja.
Saya dulu pernah percaya bahwa ayat yang Tuhan turunkan kepada Muhammad SAW pertama kali adalah ayat soal keimanan. Tapi ternyata ayat pertama yang turun adalah perintah untuk membaca. Al-Alaq ayat 1 adalah “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”. Saya percaya membaca di sini sangat luas cakupannya, bukan hanya membaca dengan indera pengelihatan, tapi juga dengan indera yang lain seperti telinga, hidup, kulit, bahkan dengan hati. Membaca berarti bukan hanya membaca tulisan, tapi juga membaca keadaan, membaca situasi, membaca alam semesta, dan apapun yang panca indera bisa menangkap. Ke sini-sini, ketika saya membolak-balik Al-Quran, isinya banyak yang “menantang” manusia untuk berpikir. Selain ditantang untuk membaca, Al-Quran juga merekam perintah Tuhan kepada manusia untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan. Kebajikan sekecil apapun, kepada siapapun, kapanpun, dan dimanapun.
Maka, sebagai seorang Muslim, saya percaya bahwa saya harus terus berbuat baik karena Tuhan ada di setiap kebaikan yang manusia lakukan, terus mengenal Tuhan, dan tidak sibuk menghakimi orang lain atas proses-prosesnya mengenal Tuhan. Wallahualam..
Washington, DC 9 September 2011
… dan berlomba-lombalah berbuat kebajikan … (Al-Maidah 3:48)
Allah memberikan salah satu Mukzijat kepada Muhammad SAW adalah Al-Qur’an dan itulah salah satu tuntutan kita dalam hidup untuk menjadi pribadi muslim yg baik untuk orang-orang disekitar kita dan rahmatan lil’alamin :0
Bukankah Allah lebih dekat dari urat nadi kita… Berarti Allah ada di dalam diri kita. Tetapi kita bukanlah Allah….
ya emang bukan Mbak, tapi kan gak semua orang lho bisa merasa Allah ada di dalam dirinya. sebuah perjuangan itu..
trimakasi sudah memperluas wawasan saya.
Alangkah baiknya bila tidak berhenti pada wawasan saja.
jazakallah khaeron kasiiron kepada rekan kaka ,yang sudah berjuang dijalan Allah dan mejadkan Muhammad Rasulullah sebagai sauri tauladan serta Al-Quran dan As-sunnah sebagai pedoman,mari bersama-sama kita menjadi jundullah yang tangguh dimanapun kita dan kapanpun waktunya, termasuk rekan kaka Dewi yang sekrang sedang di Amerika, perkuat dan pupuk selalu ketaqwaan yang kaka punya, salam.