Tulisan ini ditulis di awal tahun 2010. Tentang resolusi tahun baru.
Tahun baru biasanya identik dengan yang namanya resolusi. Banyak orang biasanya punya resolusi-resolusi baru yang ingin dicapai di tahun berikutnya.
Sebenarnya apa yang disebut resolusi itu? Sebuah blog (Frans Nadeak) mengartikan bahwa resolusi artinya ketetapan hati atau kebulatan tekad untuk setia melaksanakan apa yang sudah disepakati seseorang dengan dirinya sendiri.
Saya pernah bertanya-tanya kenapa resolusi biasanya dibuat atau digembar-gemborkan untuk dibuat ketika tahun baru itu datang. Kenapa tidak membuat resolusi kapan saja ketika kita berpikir kita ingin membuat sebuah resolusi.
Sejalan dengan waktu, saya menyadari bahwa manusia, ternyata, perlu momen. Dan momen tahun baru, buat banyak orang, adalah momen yang pas untuk melakukan refleksi akan tahun-tahun sebelumnya, mengevaluasi apa yang berhasil dan apa yang belum berhasil, dan membuat strategi baru untuk menaklukkan tahun yang akan datang itu.
Tidak ada teori kapan waktu yang tepat untuk membuat resolusi. Bahkan Stephen R. Covey di bukunya yang terkenal “Seven Habit of Highly Effective People” pernah mengatakan resolusi tahun baru sebenarnya adalah sebuah jebakan. Sebuah euphoria. Orang-orang berharap hidup mereka bisa lebih baik di tahun yang baru, setidaknya bila mereka membuat resolusi. Misalnya saja, orang-orang berharap mereka bisa lebih rajin olahraga di tahun baru. Orang-orang berharap mereka bisa lebih punya waktu untuk keluarga dan orang-orang yang tercinta di tahun baru. Ada lagi yang punya harapan bahwa mereka bisa lebih punya waktu menulis atau mengembangkan hobi di tahun yang baru. Daftar ini bisa lebih panjang lagi, namun pada intinya, orang-orang berharap di tahun baru segalanya akan berubah menjadi lebih baik.
Padahal pada kenyataannya, tidak otomatis begitu. Karena tahun baru datang, tidak serta merta tiba-tiba orang-orang punya kebiasaan baru, cara-cara baru, atau kemampuan baru. Yang baru hanyalah harapan, yang baru hanyalah waktu. Harapan dan waktu memang penting. Namun harapan dan waktu hanya akan terbuang bila orang-orang tidak mengubah paradigma berpikir. Karena sebuah kebiasaan bisa menjadi karakter setelah diasah dan dilatih. Karena orang yang malas olah raga tidak mendadak jadi rajin olahraga ketika tahun baru tiba. Karena orang yang selalu berkelit tidak punya waktu untuk keluarga di tahun lalu, tiba-tiba punya waktu di tahun baru.
Saya bukan menafikkan bahwa membuat resolusi tahun baru bukan hal penting, tapi yang lebih penting adalah momentum. Tidak perlu tahun baru untuk membuat resolusi baru. Tidak perlu tahun baru untuk mengubah paradigma yang selama ini kita punya. Tidak butuh tahun baru untuk mau punya badan sehat, untuk punya waktu buat keluarga, tidak perlu tahun baru untuk jadi pribadi baru atau pribadi yan lebih baik lagi.
Yang perlu adalah sebuah kesadaran, bahwa kita masih punya kekurangan yang ingin kita perbaiki, bahwa kita masih punya cita-cita yang belum diraih, masih punya buku yang belum dibaca, punya teman yang sudah lama tidak disapa, dan lain sebagainya. Yang perlu adalah momen, kesadaran hidup di saat ini, bukan kemarin yang sudah menjadi sejarah, dan bukan besok yang belum tentu datang.
Abdullah Gymnastiar pernah mengatakan bahwa untuk mengubah hal besar perlu 3M= mulai dari hal kecil, mulai dari diri sendiri, dan mulai hari ini. Sungguh tidak perlu memulai dari yang besar, tidak harus mulai dari tingkat RT, dan tentunya, sungguh tidak perlu menunggu tahun baru.
Baru saja saya mulai lagi tersadar. Bahwa banyak resolusi-resolusi tahun baru yang telah lalu milik saya yang belum tercapai. Bisa jadi saya cuma terjebak euphoria saja, bahwa tahun baru harus punya resolusi. Tapi resolusi tersebut bukan dari hati, bukan dari jiwa yang menginginkan diri saya sendiri untuk menjadi orang yang lebih baik. Ah, masih saja. Saya masih seperti anak kecil yang menikmati jebakan permen manis yang akan membuat gigi saya hancur. Bisa jadi saya membuat resolusi tahun baru karena saya merasa lebih baik setelah punya resolusi.
Jebakan resolusi tahun baru adalah ketika kita membuatnya hanya karena itu tahun baru. Bukan karena memang kita ingin memanfaatkan waktu kini untuk membuat diri kita lebih baik.
Jadi apa resolusi tahun baru ini?
Untuk saya, saya akan meneruskan resolusi besar hidup saya. Komitmen saya untuk terus membuat dunia menjadi tempat yang menyenangkan untuk dihidupi. Komitmen saya untuk terus menikmati hidup, dan memberdayakan orang-orang di sekitar saja untuk juga bisa menikmati hidup. Komitmen saya untuk setia terus belajar apa saja, dari siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Komitmen saya untuk mencinta Tuhan, suami, keluarga, teman-teman, dan orang-orang yang akan saya temui. Komitmen saya untuk terus mencinta yang miskin dan memberantas korupsi. Komitmen saya untuk terus menulis. Komitmen saya untuk terus membaca. Komitmen saya untuk terus melakukan perjalanan-perjalanan melihat bumi Tuhan yang lain. Komitmen saya untuk terus menjadi perempuan yang berdaya. Dan yang pasti, komitmen saya untuk terus bermimpi dan mewujudkannya, untuk hidup di momen saat ini, untuk terus rendah hati, dan untuk terus mensyukuri nikmat-nikmat Tuhan yang ada.
Selamat tahun baru, Kawan-kawanku..
Semoga banyak karya dan hal-hal baik tercipta di tahun 2010 ini
dan tentu saja…
Terima kasih masih menjadi teman dalam episode hidup kali ini
Boston, 1 Januari 2010 16:29
🙂 yap, akan ada proses juga bagi kita untuk mampu menjadikan setiap saat yang kita miliki sebagai momentum untuk memperbaiki diri sesuai dengan harapan2 yg telah kita buat sendiri 🙂
betul, Mbak. tidak perlu tahun baru. setiap hari adalah hari baru, hehehe. tetap semangat dan saling menjaga. xoxo