St. Elmo’s Fire: perjalanan mengenali diri

“Yang fana adalah waktu, kita abadi”

(Sapardi Joko Damono, 1978)

Saya akhirnya menonton juga film St. Elmo’s Fire, film lama dari tahun 1985. Saya sudah sejak lama suka soundtrack-nya. Mungkin pernah dengar alunan piano merdu dari David Foster, sang maestro dari Canada, mengalunkan instrument berjudul yang sama, atau Man in Motion yang dinyanyikan oleh John Parr. Lagu ini, belakangan, diaransemen ulang oleh David Foster dan dinyanyikan lagi oleh Michael Johns, finalis ajang pencari bakat American Idol. Sudah lama sekali saya mencari film lawas ini, akhirnya nemu juga.

Film ini mengambil setting di kota Washington D.C, ibukota Amerika Serikat. Tersebutlah tujuh orang lulusan Universitas Georgetown yang selalu menghabiskan waktu bersama-sama, seakan-akan tidak terpisahkan. Nge-gank bahasa gaulnya.

Mereka adalah:

  • Kirby Keager – “Kirbo”, begitulah dia dipanggil, dimainkan oleh Emilio Estevez. Sehari-hari, lulusan fakultas hukum ini bekerja di sebuah bar bernama St. Elmo. Dia tinggal bersama Kevin Dolenz, kawan seperjuangannya di kampus dulu.
  • Billy Hicks – dimainkan oleh bintang ganteng Rob Lowe, Billy adalah anggota gank yang paling nyentrik. Pemain saxophone ini memilih menikah muda dan punya anak. Tapi yang namanya anak muda, banyak yang belum bisa memegang komitmen. Terlepas dari persoalan keluarga yang dia miliki, Billy adalah laki-laki yang sangat memuja perempuan.
  • Kevin  Dolenz – kawan sekamar Kirbo ini jago menulis orbituari. Diam-diam, Kevin sangat mencintai kawan segank-nya Lesley, yang sedang punya hubungan asmara dengan Alec.
  • Julianna Van Patten – Jules adalah nama panggilannya. Dimainkan dengan apik oleh Demi Moore, Jules adalah seorang yang doyan pesta. Setelah lulus, Jules bekerja di sebuah bank dan mempunya apartemen yang sangat mewah untuk mahasiswa yang baru saja lulus. Walaupun dari luar Jules tampak sangat antusias dan hidup, masa kecilnya cukup kelam. Ayahnya punya banyak istri dan sangat tidak dekat dengan Jules, sedangkan ibu tirinya (Jules memanggilnya “stepmonster”) sangat kejam sejak Jules masih kecil. Jules bertanggung jawab untuk keuangan keluarganya.
  • Alec Newbury – dimainkan baik oleh Judd Nelson, Alec adalah seorang politikus muda Partai Demokrat. Tapi di tengah jalan, Alex berpindah haluan dan bekerja untuk seorang senator Partai Republik. Alex adalah kekasih Leslie.
  • Leslie Hunter – kekasih Alec ini dimainkan oleh Ally Sheedy. Lulusan arsitektur ini ingin sekali punya karir sebelum menikah punya anak. Karakter Leslie sangat menarik, karena dia terlihat lemah lembut di satu sisi, tapi punya pribadi yang kuat di sisi lain.
  • Wendy Beamish – Wendy yang dimainkan oleh Mare Winningham ini adalah sosok perempuan yang sangat naïf di antara semua kawan-kawannya. Walaupun dia anak orang kaya, dia tidak segan-segan bekerja di badan pelayanan sosial di Amerika. Dalam hatinya, diam-diam Wendy jatuh cinta kepada Billy, yang urakan. Wendy tahu bahwa orang tuanya tidak akan setuju hubungannya dengan Billy karena akan dianggap beda kelas.

Sebenarnya, banyak film yang mengangkat cerita serupa. Tapi buat saya, St. Elmo’s Fire adalah satu yang istimewa. Didukung dengan bintang-bintang muda berbakat, cerita yang diangkat pun juga cukup menarik, yaitu soal pencarian identitas diri. Banyak yang pasti setuju bahwa mengenali diri sendiri ternyata bukan hal mudah. Saya merasa ini adalah perjalanan  seumur hidup. Bisa jadi sampai seorang manusia mati, dia tidak akan kenal 100 persen siapa dirinya. Saya jadi ingat sebuah teori psikologi klasik yaitu Jendela Johari. Johari membagi pribadi manusia dalam 4 jendela yang berbeda. Jendela pertama melambangkan sifat-sifat yang saya tahu dan orang lain tahu. Jendela kedua menggambarkan sifat-sifat yang saya tahu, namun orang lain tidak mau. Jendela ketiga menggambarkan sifat-sifat yang saya tidak tahu, tapi orang lain tahu. Yang terakhir adalah jendela yang keempat, dimana saya dan orang lain sama-sama tidak tahu. Intinya, ada hal-hal yang tetap saja hanya Tuhan yang tahu.

Tujuh orang pemuda pemudi di atas, misalnya. Dalam pencarian jati dirinya, Kirbo memilih untuk jadi pengacara. Di tengah jalan, dia terobsesi oleh seorang perempuan bernama Dale Biberman (diperankan oleh Andie MacDowell). Dia menempuh segala cara untuk mendapatkan Dale. Belum lagi Kevin. Dia sangat mencintai Leslie, tapi tidak berani maju karena Leslie sedang berhubungan dengan Alec, kawan sepermainannya juga. Di akhir-akhir cerita, ketika hubungan Leslie dengan Alec memburuk, Kevin pun akhirnya bisa mengatakan pada Leslie bahwa selama ini dia mencintainya dari jauh.

Lain lagi cerita Jules. Jules yang terjebak kehidupan hedonisme yang sarat alkohol, obat-obatan terlarang, dan seks bebas. Jules yang mencari jadi diri. Seringkali, kita melihat orang-orang muda yang terjun ke tiga hal “menyenangkan” itu dalam pencarian dirinya. Bisa jadi ini disebabkan karena orang-orang muda itu cenderung ingin tahu, ingin mencoba hal baru, dan ingin berpetualang. Dan tiga hal ini tentu saja menggiurkan untuk dicoba, apalagi jika lingkungan juga mendukung. Jules bahkan pernah mencoba untuk bunuh diri karena merasa gagal. Namun, kawan-kawannya berhasil mencegahnya.

Leslie punya pengalaman yang lain lagi. Dia tampak bahagia dengan Alec, apalagi Alec pada saat itu sudah punya pekerjaan yang cukup kompetitif dan juga apartemen yang bagus. Namun ternyata, Leslie masih ingin berkarir sebelum menikah. Ingin menaklukkan dunia terlebih dahulu. Sejalan dengan hubungannya yang semakin mendalam, Alec telah mengajaknya menikah beberapa kali. Lagi dan lagi, pantang menyerah. Namun ternyata, tawaran menggiurkan Alec ini tidak menyurutkan niatnya untuk berkarir terlebih dahulu. Leslie berpikir untuk putus saja, apalagi setelah dia menemukan bahwa Alec pernah selingkuh. Di saat dia sedang labil, mereka terlibat pertengkaran. Alec pun berang dan mengusirnya dari rumah. Leslie yang terpukul, pergi ke rumah Kevin. Pagi harinya, datanglah Alec ke rumah Kevin dan menemukan bahwa Leslie dan Kevin ternyata punya hubungan yang spesial.

Berikutnya Wendy dan Billy. Seperti yang sudah ditulis di atas, Wendy adalah anak orang kaya yang cukup lugu. Sedangkan Billy itu yang paling nyentrik, yang terjebak dalam pernikahan muda dan punya anak. Walaupun berbeda latar belakang dan kepribadian, mereka punya hubungan yang sangat dalam. Wendy sempat dijodohkan oleh orang tuanya oleh seorang pemuda yang punya latar belakang serupa. Setelah kencan beberapa kali, ternyata Wendy menyadari dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dia tidak mencintai pemuda tersebut. Wendy yang ingin belajar mandiri dan terlepas dari kungkungan keluarganya, akhirnya berhasil punya apartemen sendiri.

Billy sebenarnya sudah mencoba untuk berhenti gonta ganti pacar, berhenti mengkonsumsi heroin dan alkohol, serta mencoba mencari pekerjaan tetap. Namun, sepertinya, Billy tahu bahwa panggilan jiwanya adalah untuk terus bermain musik. Untuk terus bermain saxophone. Billy, yang sempat frustasi, akhirnya memutuskan pergi ke New York untuk mengadu nasib. Di malam terakhir  sebelum Billy pindah ke New York, mereka pun berhubungan intim.

Film ini ditutup dengan perpisahan Billy dengan enam sahabatnya. Keenamnya pun diceritakan terus melanjutkan hidupnya mencari jati diri.

Kita juga mungkin sama dengan ketujuh pemuda di atas. Masih terus mencari jati diri. Masih terus mengenali sifat, karakter, dan apa yang kita mau dalam hidup kita. Kadang bisa jadi terkejut, ketika kita menemukan satu sifat atau karakter yang kita tidak pernah sangka sebelumnya. Karena manusia itu berproses, manusia itu dinamis, dan selalu berubah. Kita detik ini, bisa jadi akan berbeda dengan kita di detik berikutnya, karena kita pasti terus berubah sejalan dengan pertemuan dengan orang-orang baru, atau membaca banyak buku. Atau apapun yang bisa memberikan pencerahan dan kebijaksanaan hidup. Kadang, ada orang bilang, “Dia tidak berubah ya”. Sebenarnya, berubah itu adalah niscaya. Orang-orang bisa jadi tidak melihat perubahan yang kecil.

Saya kadang masih suka terjebak bahwa saya telah cukup kenal baik siapa diri saya. Namun sejalan dengan waktu, kadang saya pun masih bisa terkejut melihat betapa berbedanya diri saya hari ini dengan lima tahun yang lalu. Apalagi kalau saya melihat lagi jauh ke belakang, 10 atau 20 tahun sebelumnya. Tentu ada yang yang masih melekat, merupakan atribut seorang saya, tapi ada yang berubah. Semoga saja menuju ke arah yang lebih baik.

Saya juga masih terus belum menemukan dengan pasti apa yang benar-benar saya mau. Karena saya itu serakah, saya mau semuanya. Saya mau belajar banyak hal, saya mau tahu banyak hal. Sempat, saya bingung mau memilih yang mana. Namun pada akhirnya, saya nikmati saja, karena akhirnya saya tahu bahwa hidup ini adalah perjalanan. Yang terpenting adalah saya bisa hidup dalam momen hari ini, bukan kemarin yang sudah lewat dan juga bukan besok yang belum tentu ada.

Perjalanan panjang, bisa jadi sampai mati pun belum kita akan ketahui siapa diri kita sebenarnya. Namun sebenarnya, walaupun raga kita mati, jiwa kita terus abadi. Seperti kata Sapardi, waktulah yang fana, kita terus abadi.

Selamat mencari, jangan lupa untuk menikmati dan terus bersyukur

Little Rock, 28 Januari 2010St. Elmo's Fire

2 Replies to “St. Elmo’s Fire: perjalanan mengenali diri”

  1. saya waktu sdh.15 yo.saya nonton dirumah om..waktu itu saya suka Rob Lowe & Demi Moore sekarang saya baru ngerti isi filmnya

  2. saya sdh.nonton,tapi saya pengin nonton lagi kerinduan melihat Demi Moore & Rob Lowe muda berakting.film ini memang special ditaburi bintang² top.nah waktu film saya tonton pertama kali ,saya sdh.16 yo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *